Gambar : Ilustrasi Kegiatan Bendahara Sumber : https://www.idntimes.com |
I. PENDAHULUAN
Kembali seperti tahun sebelumnya, penerimaan negara dari sektor pajak di tahun 2018 belum mencapai hasil sebagaimana ditargetkan di dalam APBN. Catatan Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa realisasi pendapatan negara dari sektor pajak pada tahun 2018 berkisar di angka 92 persen dari target APBN, yang mana mengakibatkan terjadinya kekurangan penerimaan (shortfall) pajak senilai 108,1 triliun. Dilihat dari angkanya, sebuah nilai yang tidak kecil tentunya.
Ditelisik lebih dalam, banyak faktor yang menjadi penyebab belum maksimalnya pencapaian target penerimaan negara dari sektor pajak. Salah satu faktor penting yang sering terabaikan yakni bendahara pemerintah itu sendiri. Padahal bendahara pemerintah memegang peran penting dalam proses penerimaan pajak. Hal inilah yang kemudian harus menjadi perhatian lebih guna memaksimalkan penerimaan pajak terkhusus pajak yang memiliki korelasi dengan bendahara pemerintah.
II. ISI
Bendahara pemerintah sendiri merupakan salah satu wujud dari sistem withholding tax dalam sistem pemungutan pajak di Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam Buku Bendahara Mahir Pajak, terkait aspek perpajakan, bendahara pemerintah memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan pemotongan dan/atau pemungutan, menyetor dan melaporkan pajak. Lebih rinci, kewaiban dalam melakukan pemotongan dan/atau pemungutan terdiri atas pemotongan PPh Pasal 21, 26, 22, 23 , pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), pemungutan PPN serta bea materai.
Melihat fakta di lapangan, sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa penelitian dan publikasi terkait, diketahui bahwa peran bendahara pemerintah yang sangat kompleks dan vital belum ditunjang oleh kinerja yang maksimal oleh bendaharawan secara keseluruhan. Hal ini bahkan menjadi perhatian sendiri bagi Ibu Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa peranan bendaharawan masih menjadi salah satu titik lemah dalam mengumpulkan pajak baik dari kegaiatan APBN maupun APBD.
Menurut Ahmad (2016) dua faktor utama yang menyebabkan kurang maksimalnya penyerapan pajak dari bendaharawan, yakni ketidakpatuhan waktu pelaporan pajak dan ketidakpatuhan waktu penyetoran pajak. Terkait ketidakpatuhan waktu pelaporan pajak, hal ini lebih dihubungkan dengan kurangnya pemahaman bendahara terkait pelaporan pajak serta nihilnya sanksi atas tidak dilaporkannya pajak. Perihal ketidakpatuhan bendahara dalam waktu penyetoran pajak, hal ini dikarenakan penyetoran pajak dilakukan mendekati hari pertanggungjawaban uang persediaan, tidak adanya sanksi atas keterlambatan penyetoran pajak, beban dan volume pekerjaan bendahara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memakan waktu yang banyak sehingga berakibat dalam keterlambatan dalam penyetoran pajak.
III. KESIMPULAN / REKOMENDASI
Hal tersebut diatas belum lagi jika kita kaitkan dengan praktik penggelapan pajak (fraud) oleh bendaharawan yang marak terjadi. Hal ini semakin meningkatkan urgensi bagi pemerintah untuk mengambil langkah kedepan. Dari segi administrasi, pemerintah harus memaksimalkan penggunaan teknologi dalam proses pelaporan dan pemungutan pajak. Selain itu, edukasi terkait peran bendahara dalam penerimaan pajak haruslah lebih digiatkan, baik dalam bentuk diklat maupun sosialisasi rutin yang turut melibatkan bendahara pembantu dan pejabat pelaksana teknis kegiatan. Dan tak kalah penting, pengawasan dan pengendalian terhadap bendaharawan harus lebih ditingkatkan sehingga meminimalisir terjadinya fraud.
Comments
Post a Comment